Chapter 103
Ketakutan yang pernah ia rasakan saat awal-awal bertemu Rao kini perlahan sirna. Entah Rao memang hanya sekadar nongki-nongki atau ingin mengklarifikasi perihal keributan semalam. Seperti itulah pertanyaan- pertanyaan yang merongrong di pikiran Fania sore itu. Begitu meeting selesai, Fania merapikan berkas-berkas sambil sesekali menatap ke arah Rao. Rao yang tahu kalau Fania sedang memperhatikannya justru memalingkan wajahnya ke arah parkiran.
Begitu Fania bersiap pulang, Rao tiba-tiba kelimpungan. Rao bergegas menghadang mobil Fania yang sedang melaju pelan. Fania menurunkan kaca mobilnya.
“Iya, Rao,” sapa Fania dengan lemah lembut selembut bubur sumsum. Hati Rao pun sejuk bagaikan dikipas oleh seribu daun pisang.
“Aku mau bicara sama kamu, Fan.”
Setelah bernegosiasi cukup alot, akhirnya Fania mengiyakan ajakan Rao. Meja nomor delapan merasa terhormat karena menjadi ajang Think n Talk dari dua insan yang sama-sama bingung dengan perasaannya.